Penjual Kue Lopis di Simpang Jalan
Namanya Ibu Eko. Setiap pagi mulai pukul 05.15 WIB dia mulai "mangkal" di pinggir Jalan Anggrek Raya, Komplek Kranggan Permai, Jati Sampurna, Bekasi. Selain kue lopis yang dibuatnya sendiri, Ibu beranak dua ini juga menjual kue-kue titipan tetanggannya. Jenis kue yang dijajakannya lumayan banyak, seperti pastel, donat, risoles, ketan, tahu isi, pisang goreng, lemper dan lontong isi. Kue-kue tersebut dimasukkan ke dalam baki plastik dan disusun rapih. Selain itu ada juga nasi uduk dan bihun goreng yang sudah dibungkus kedalam pak plastik bening. Rata-rata harga kue yang dijual Rp 1.000 per buah, kecuali nasi uduk dan bihun yang dibandrol Rp 3.000/pak.
Ibu Eko dengan kue dagangannya |
Sudah lebih lima tahun Ibu Eko menjalankan usahanya tersebut. Awalnya dia berjualan di depan rumahnya, namun karena ada tetangganya yang keberatan, dia pun memidahkan meja dagangannya ke pinggir jalan tidak jauh dari rumahnya. Lokasi baru ini malah lebih strategis, karena menjadi tempat lalu lalang orang dan kendaraan penghuni komplek. Langganannya tentu saja kebanyakan ibu-ibu tetangga yang membeli untuk sarapan di rumah. Atau mereka yang hendak berangkat kerja atau ke sekolah.
Setiap ada yang membeli kuenya, Ibu Eko dengan sigap akan memasukkannya ke dalam kantong plastik bening yang telah disiapkan. Kecuali lopis yang dibungkusnya dengan kertas makanan yang dilapisi daun pisang. Setelah terik mentari mulai memancarkan sengatnya sebagian besar kuenya sudah habis terjual. Ibu Eko pun bersiap-siap membereskan meja dagangan untuk menutup jualan hari itu. Setelah menghitung dan membayar kue titipan ke pemiliknya, dia pun bergegas kembali pulang. Hatinya riang karena kembali memperoleh rejeki pagi itu. Penghasilan yang didapat dari berjualan tersebut memang tidaklah besar. Namun, cukup untuk membeli kebutuhan rumah tangga sehari-hari, seperti beras, sayur dan pauknya. Suaminya sendiri saat ini sedang tidak bekerja setelah dirumahkan oleh tempatnya bekerja. Anaknya yang nomor dua selepas SMA langsung bekerja - lumayan gajinya untuk mencukupi keperluannya sendiri, sedangkan si Sulung Eko beberapa bulan yang lalu telah kembali kepangkuan Tuhan.
Sekali-kali perempuan berambut pendek ini mencurahkan kesedihan hatinya mengenai perjalanan hidup yang dialaminya. Mulai dari kematian tragis si Sulung secara mendadak, padahal baru sebulan bekerja, atau gunjingan tetangga yang usil karena usahanya. Namun semuanya dijalani dengan tabah. Hanya dengan doa dan semangat agar dapat membantu suaminya dalam menunjang nafkah kehidupan sehari-hari. Harapannya semoga Tuhan terus memberinya kesehatan untuk dapat berjualan, dan semoga para pembeli tetap senang dengan kue yang dijajakan, sehingga jualannya dapat terus laku.
Sepiring Nasi Pecel Buatan Mbak Atik
Perempuan itu ini aslinya dari kota Pahlawan, Surabaya. Namun nasib membawanya merantau ke Jakarta, dan berjualan nasi pecel di Komplek Kranggan Permai, Jati Sampurna, Bekasi. Sudah setahun lebih ia melakoni usaha kecilnya ini. Dengan meminjam teras sebuah rumah di pinggir jalan utama perumahan, Mbak Ati menjajakan aneka makanan tradisional, seperti nasi pecel, nasi kuning dan ketupat sayur.
Semua masakan tersebut dibuatnya sendiri dengan dibantu keponakannya yang ikut juga melayani pembeli. Harga per porsinya Rp 4.000, itu untuk standar menu semua masakan. Nambah Rp 500 untuk sepotong bakwan atau Rp 2.000 untuk sepotong telor. Masakan wanita berkulit putih ini cukup mendapat apresiasi dari para pembeli. Bumbu pecel buatannya kental, dan rasanya pas dengan lidah. Nasi kuningnya wangi dengan tambahan tempe orek dan daun kemangi. Ketupat sayurnya lezat dengan kuah santan berbumbu sedikit pedas. Semuanya cocok untuk dimakan di pagi atau siang hari. Karena itu hampir setiap hari, apalagi akhir pekan, seluruh jualannya dipastikan laku terjual.
Omset jualannya sehari cukup lumayan, berkisar Rp 250rb-350rb. Namun, menurutnya keuntungan yang diperoleh belum cukup memadai untuk membiayai hidup sehari-hari, termasuk membayar kontrakan dan biaya sekolah sang anak. Suami Mbak Ati bekerja sebagai sopir KR, yaitu mobil angkutan umum yang bertrayek Komplek Kranggan-Kampung Rambutan melalui Pondok Gede. Sebagai sopir angkot dengan pendapatan yang tidak menentu, tentu saja keluarga kecil ini tidak dapat mengandalkan penghasilan sang suami. Karena itulah Ibu Atik memutuskan untuk berjualan makanan. Lokasi yang dipilihnya cukup strategis karena menjadi dipinggir jalan raya tempat lalu lalang orang yang keluar masuk komplek. Sekitar pukl 05.00 pagi dia mulai melayani pelanggan yang datang membeli untuk dibungkus atau makan diwarung kecilnya. Biasanya makanannya habis sekitar pukul 10.00.
Setelah membereskan warung dan peralatannya, kedua wanita muda ini berjalan kaki menuju rumah petak yang disewanya tiap bulan. Letaknya tidaklah jauh dari situ. Setelah istirahat sejenak, Mbak Atik lalu merapikan rumahnya dan mempersiapkan hidangan untuk keluarganya. Siang hari sekitar pukul 14.00 dia menumpang angkot menuju pasar Kranggan untuk berbelanja kebutuhan warungnya yang akan dijual besok. Demikianlah setiap hari tanpa kenal lelah, Mbak Ati berjuang mendampingi suaminya mencari rejeki agar dapat membiayai kedua anaknya yang masih bersekolah dan kehidupan sehari-hari keluarganya. Dia berharap dapat mengumpulkan modal lebih agar jualannya dapat ditambah. Dengan omset yang lebih besar tentunya ia akan dapat menabung untuk hari esok yang lebih baik.
Mbak Ati sedang membuat nasi pecelnya yang lezat |
No comments:
Post a Comment