Tuesday, September 06, 2011

THE FIGHTERS OF LIFE - Story of a street musician

This is a story of a street musician. She is a single fighter for her three children, and a foster to her old mother. When nights start crawling, she will go down the busy streets, from one food tent to the other. To entertain the people having the meals there. Singing old ballads or new songs with her beautiful voice, and her talent to play the old guitar. With a hope that tonight somebody cares to give her several thousands rupiah. The money which she will use to make for their livings. In fact, she is a fighter of life, and one of my best friends.
Sang Pengamen Keliling: Menjelajah Malam dengan Gitarnya
Namanya Ibu Rina. Lengkapnya Rr. Rina Ika Hersatiti. Lahir di Jakarta, namun asli Yogyakarta dari Ibu dan darah Sunda dari almarhum ayah. Setiap malam ia bekeliling dari satu tenda ke tenda penjual makanan di daerah Sasak Dikin, Ujung Aspal, Pondok Gede. Dengan gitar tuanya ia menghibur para pengunjung dengan suara merdunya menyanyikan lagu-lagu lawas maupun yang terbaru. Terkadang pengunjung memintanya untuk menyanyikan lagu kesukaan mereka.
Dari hasil menjual suara dan ketrampilannya bermain gitar, Ibu Rina dapat penghasilan semalam rata-rata Rp 35.000. Memang tidaklah besar, namun mencukupi untuk membeli beras, sayur, dan beberapa kebutuhan sehari-hari. Serta untuk membayar uang sekolah dan kontrakan tiap bulan.
Anaknya tiga orang. Yang paling besar, Dhika, sudah duduk di bangku kelas 4 SD. Si sulung ini ternyata memiliki bakat menyanyi, sehingga ia dengan senang hati menemani ibundanya untuk berkeliling menjual suara. Ia juga belajar bermain gitar secara otodidak, dan bergantian menghibur pengunjung dengan petikan indah gitarnya. Sedang anak yang lain, Nurul, kelas 3 SD dan Intan si Bungsu yang masih balita. Selain itu, Ibu Rina juga masih menafkahi Ibundanya yang sudah pikun dan tinggal bersama di rumah petak mereka yang sempit di daerah Bulog, Jati Warna, Pondok Gede. Sedang Sang Suami telah setahun pergi meninggalkan keluarganya entah kemana.
Rina sudah lama pandai bermain gitar, yaitu semenjak ia masih duduk di bangku SMP. Cita-citanya sewaktu kecil adalah menjadi pegawai negeri dan bekerja di Departemen Sosial dan mengabdikan diri menjadi pekerja sosial. Karena itulah selepas bangku SMA ia melanjutkan pendidikan ke Fakultas Sosial Universitas Muhamadiyah di Ciputat. Tahun 1989 ia lulus dan menyandang gelar Doktoranda Bidang Ilmu Sosial. Namun, jalan hidup ternyata tidak selamanya sesuai cita-cita. Untuk pembuatan skripsinya ia tertarik untuk menulis mengenai para pengamen jalanan di daerah terminal Blok M. Hampir setiap hari ia menemui mereka untuk mengobrol dan menggali informasi melalui pengalaman para pengamen tersebut. Dan akhirnya ia berteman akrab dengan mereka.
Setelah lulus kuliah ia mencoba melamar ke bank pemerintah tempat Ibunya bekerja. Namun sayang ditolak dengan alasan pendidikannya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan bank tersebut pada saat itu. Ia pun mengirim lamaran ke Departemen Sosial, dan setelah melalui proses yang lumayan panjang, ia lolos seleksi dan diterima. Sayangnya sang Ibunda tidak menyetujui karena Rina akan dikirim ke luar pulau Jawa. Ibunda merasa kuatir dan tidak ingin tinggal berjauhan, selain itu dikarenakan juga ia merupakan putri tunggal.
Sebagai anak yang berbakti ia menuruti kemauan Ibunya. Ia pun mencoba berdagang kecil-kecilan. Barang kulakan diambilnya langsung dari Yogya, seperti gantungan kunci, kain batik, dompet etnik, dsb. Selain itu ia menerima pesanan kue dan cake. Kue buatannya terkenal enak dan lezat. Ia melakoni usaha ini dengan suka cita dan penuh semangat. Dan kemudian sang Ibu pensiun dari pekerjaannya. Dengan dibantu Sang Ibu, Rina tambah giat dengan kulakannya. Namun, namanya usaha pasti ada penurunan. Lama kelamaan omset kian mengecil, dan tersendat-sendat dan akhirnya berhenti. Untuk mengurangi stressnya ia kemudian berkunjung ke Blok M tempat teman-temannya mangkal mengamen. Karena ia bisa bermain gitar, akhirnya ia mencoba ikut untuk menemani mengamen. Eh, ternyata lumayan juga uang yang didapat. Akhirnya ia tiap hari datang ke sana untuk ikut mengamen. Lama-lama ia pun jatuh cinta dengan “profesi” yang dicibir sebagian orang ini. Selain hasilnya lumayan, ia juga sekaligus dapat menyalurkan bakat musiknya, dan memperoleh banyak teman. Akhirnya ia melupakan cita-cita menjadi pekerja sosial. Setelah 20 tahun menjalani profesi ini, kini tiap malam ia berkeliling di daerah dekat tempat tinggalnya dan menghibur dari satu tenda ke tenda.
Agenda kegiatan hariannya pada pagi hingga sore hari seperti para ibu rumah tangga lainnya. Pagi-pagi ia mempersiapkan dan memberangkatkan kedua anaknya, Dhika dan Nurul untuk sekolah. Kemudian ia membereskan rumah kontrakannya yang sempit, dan memandikan ibu dan anak bungsunya. Lalu berbelanja beras dan sayur ke warung tetangga dan memasak hidangan untuk mereka berlima. Siangnya, ketika anaknya pulang sekolah dan selesai makan siang, Rina menemani mereka belajar. Kemudian mereka istirahat siang. Sorenya Rina dan Si Sulung Dhika menyempatkan untuk melatih beberapa lagu yang akan di-“jual” nanti malam. Dhika juga melatih permainan gitarnya agar semakin mahir. Akhirnya mereka berdua bersiap untuk keluar rumah, berjalan kaki menembus kegelapan malam melalui jalan setapak menuju jalan raya Hankam Pondok Gede. Biasanya kedua artis jalanan ini “mangkal” di Warung Bebek Goreng atau Warung Bakso. Beberapa pengunjung di kedua warung ini merupakan pelanggan setia yang datang hampir tiap malam. Mereka juga merupakan penikmat setia dari hiburan yang diberikan oleh Ibu dan Anak tersebut.
Sebagai pengamen apalagi yang harus bekerja di malam hari, Rina sering merasakan kesedihan. Sebagai seorang Ibu yang memiliki tiga anak yang masih kecil, Ia menginginkan kehidupan yang lebih baik bagi ketiganya. Namun, saat ini nasib baik belum berpihak kepadanya. Ia bertekad menjalani profesi pengamen keliling sampai ia tidak mampu menjual suaranya. Selain umur yang sudah tidak muda, ia juga harus menghadapi persaingan dengan pengamen yang lebih muda dan terkadang lebih “beringas” di jalan. Namun harapan selalu ada di hatinya. Ia bercita-cita suatu hari ini nanti saat modal terkumpul ia akan beralih profesi menjadi pedagang. Harapannya ingin memliki warung kecil yang menjual sembako. Selain itu ia melihat bakat dan kemauan anaknya Dhika yang ingin menjadi penyanyi terkenal. Ia terus mendorong anaknya untuk rajin mengasah bakatnya dan berdoa akan ada pencari bakat yang menemukan anaknya. Harapannya sama seperti ibu yang lain, merindukan anak-anaknya menjadi orang yang lebih sukses dan dapat mengangkat derajat orang tua dan keluarganya. Yah, selama dunia masih berputar, dan selama manusia masih memiliki keinginan dan semangat untuk maju, semoga cita-cita tersebut didengar dan dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa. Amin.